Jumat, 30 November 2012

Cinta versus E=MC2 (Emosi mengalahkan Logika)

” This is all Bull Shit.. !!”
 
Juna mengumpat.. malam ini ia meletakkan hatinya di dalam gelas kaca berair garam, perih memang merasakan hal yang harus ia rasakan saat ini..
 
Ia melirikkan matanya ke sebuah undangan perkawinan yang tergeletak di meja, bertanggal esok hari..
 
Ga’ ada lagu yang pas buat menggambarkan perasaannya. Ga’ ada mimik yang cocok untuk di pasang sebagai bentuk wajah yang melukiskan kegundahannya. Sayatan – sayatan kecil mengorek pelan isi jantungnya, mengeluarkan teriakan menggaung dari lubuk hati yang selama ini rapi tersimpan dalam kotak kecil bertuliskan rahasia.
 
“Aku ga’ tahan lagi kalau terus begini… “ , bisik hatinya pada kepala yang menyimpan alat berfikir.
 
Lalu alat yang disebut otak itu memproses, menukar hasrat itu dengan logika, serta merta melawan,
“ Tapi kamu bukan siapa – siapa.. lalu apa alasanmu untuk meruntuhkan pertahanan, mengikis benteng, menghancurkan tembok perasaan yang telah kamu bangun? Bukankah terus kamu sebutkan kalimat pujanggamu pada dada yang menghela.. “Cinta itu menguatkan, dan kekuatan itu tumbuh saat melihat orang yang kau cintai bahagia?" Lalu jika bahagianya bukan kamu… apa kuasamu untuk menggetirkan senyum hidupnya..?”
 
Sementara keduanya berkecamuk dalam balut perdebatan, Juna membuka folder photo di Komputer jinjingnya. Memilih untuk melihat isi salah satu folder berlabel “KAMU”, menekan mouse pada tombol kanan, memilih menu view dan merubahnya menjadi tampilan filmstrip.. dimana beberapa photo berderet dengan satu photo yang lebih besar terpampang di hadapannya..
 
Photo – photo itu membuatnya harus mengangkat hatinya dari dalam gelas berair garam, meletakkannya diatas meja berdebu, lalu memeras jeruk nipis di atasnya.. semakin perih rasanya dari sebelumnya..
 
“Ffffhhhuuuuhhh…..”, hempasnya pada nafas yang menyesak.
 
Sebentar kemudian hati dan otaknya telah berdamai, menyatukan logika dengan emosi, menerima pelik realita, bahwa dia bukan siapa-siapa dan tak mungkin menjadi siapa..
 
Apa yang terjadi bukan hal yang mudah untuk di lupakan, tapi semakin susah untuk di ingat bukan karena terhapus, tapi karena tak inginnya membuka..
 
Juna menatap photo di komputer jinjingnya lekat – lekat, bahkan matanya enggan berkedip, tak satu air matapun dengan jelas menghujani pipinya, tidak, dia tidak menangis, meski mata itu sedikit menebal dengan bening air yang tertahan.. tapi dia menolak untuk menjatuhkannya..
 
“Aku akan menelan pahit ini dengan cara apapun.. demimu… “ , katanya pelan, lirih menggores hening..
 
Pandangannya beralih, menatap botol diazepam oleh – oleh dokternya.., meraih lalu membuka tutupnya, mengeluarkan beberapa butir pil kecil berwarna biru muda,.. berdiri dari tempatnya, membuka lemari es, mengeluarkan sebotol minuman beralkohol, menelan sekaligus sekitar lima belas pil di genggamannya.. lalu menegak minuman keras itu langsung dari mulut botol yang di cengkramnya dengan tangan yang lain…
 
Masih tetap dengan minuman iblis itu ditangannya, ia kembali ke mejanya… menatap sekali lagi photo seseorang yang sangat mengganggu pikirannya dengan kata “HATE” sekaligus menores kata “LOVE” di hatinya..
 
Dibukanya e-mail, lalu mulai menekan jarinya pada tuts aksara di komputer jinjingnya, memuntahkan semua emosi pada lembar virtual putih di depannya.. sambil sesekali kembali menegak minuman yang berdiri di sisi lain meja.
 
“ Jangan menyesal.. karena aku tak pernah menyesal, kamu adalah salah satu orang penting dihidupku, sekaligus penerang jalanku selama ini, sebenarnya kalian berdua, sahabat2ku, namun maafkan aku mencintaimu, aku memang bodoh telah menentang gravitasi sosial dan moral, tapi setidaknya inilah aku.. dalam kejujuranku pada keadaanku, jika ini semua terjadi, maka aku lakukan demi bahagiamu, aku tak akan pernah tahan untuk terus ada dan melihatmu bersamanya… bahkan aku tak kan sanggup berfikir, saat dia seumur hidup kalian saling menyentuh, ini memang seperti dilema antara aku harus membunuhnya demi bahagiaku, atau harus kubunuh diriku untuk bahagiamu,.. dan aku telah memilih,.. mungkin saat kau baca ini di e-mailmu.. kamu tau apa yang aku pilih… sekarang atau nanti, toh sama saja.. dengan apa yang kuderita…“
 
Ia berhenti mengetik seraya mengirimkan email itu ke alamat email orang yang ditujunya… orang yang selama ini membuat hidupnya berarti, setidaknya orang yang ia rasa telah menerima keadaannya…
 
Matanya terasa berat, nafasnya tidak lagi bisa lebih dalam dari sebelumnya.. Juna merasakan tubuhnya begitu ringan, Ia berdiri dari kursinya.. berpegangan pada sandaran kursi itu .. berusaha melangkah meraih tempat tidurnya.. ia ingin berbaring disana, tapi pandangannya kabur, keseimbangannya terlanjur labil, menghanyutkan tubuhnya ke lantai, terhempas dalam ketidak sadaran…
 
*******
 
Flashback ke sehari sebelumnya…
 
“ Gue pengen lu jadi salah satu wali gue besok.. please ya Juna…” , rengek Mumu, wanita berparas ayu, sahabat yang akan menikah dengan sahabatnya yang lain, Arya Ramadhan.
 
Juna tak menjawab sementara, ia terus saja memasukkan lembar demi lembar undangan yang bertumpuk di depannya ke dalam plastik pembungkusnya.
 
“ Apa ga’ ada keluarga lu yang lain..? Kok mesti gue sih?” , tanyanya balik kemudian..
 
“ Kita bertiga kan udah sahabatan lama… mama papa, dan arya juga setuju, masa sih, sekali seumur hidup lu, ga’ mau jadi bagian penting dalam hidup sahabatnya..? “ , ucap ngotot mumu pada juna..
 
“ Iya… Iyaaa… OK! .. Apa sih yang engga’? “ .. jawab Juna mengeraskan suaranya sambil berdiri, lalu pergi..
 
“ Loh.. Juna.. Juna… mau kemana.. ini belum selese.. “ , tahan mumu menunjuk ke arah undangan yang masih bertumpuk, tak sadar apa yang tengah terjadi di dada sahabatnya.
 
Tapi itu tak mengurungkan langkah Juna sedikitpun, ia tetap saja berjalan, menuju kendaraannya, menyalakan mesinnya, dan berlalu dengan cepat seiring deru mesin kendaraannya yang di pacu sangat kencang.. pulang ke kostnya..
 
Sesampainya dirumah, ia masuk ke kamarnya, membanting tubuhnya, menenggelamkan wajahnya ke bantal, berteriak sekuatnya..
 
Telah dua tahun ini ia bersahabat dengan Mumu, sejak mereka bertemu dalam salah satu acara di hari AIDS, saat itu pertama kali mumu menjadi aktivis AIDS, dan menjadi anggota panitia acara tersebut, sama seperti Juna.
 
Bedanya, Mumu menjadi aktivis karena adiknya meninggal, setelah lima tahun di vonis mengidap AIDS positif dikarenakan pemakaian drugs with injection.., dan Juna.. ia menjadi panitia karena beberapa tahun sebelumnya dia sendiri di nyatakan telah terjangkit virus HIV.
 
Disitulah awal cerita persahabatan bermula, mumu yang telah lama hidup dengan ODA (orang dengan AIDS) tentu saja tidak membatasi dirinya dengan diskriminasi, dengan mudah ia mengakrabkan dirinya pada Juna, seolah jurang penyakit itu tidak pernah menjadi hambatan apapun. Kemudian tak lama, Juna pun dikenalkan pada seorang teman Mumu kuliah, Arya namanya,. Aryapun berminat untuk menjadi aktivis, karena dia ingin tau lebih banyak tentang AIDS dan merasa empati pada para penderitanya.
 
Sejak saat itulah mereka bertiga aktif dalam organisasi, berkampanye tentang HIV di kampus-kampus,membagikan kondom dan stiker anti AIDS di jalan, dan ketiganya tanpa terasa telah menjadi tiga serangkai yang sulit untuk dipisahkan. Kemana-mana selalu bersama, suka, duka, senang, sedih, selalu di share satu sama lain, setiap kebersamaan di rekam lewat camcorder agar kelak bisa mereka tonton bersama..
 
Tapi itu dulu… dan kini tak sama lagi bagi Juna. Sejak beberapa bulan lalu bahkan, saat Juna memutuskan untuk merubah perasaannya dari persahabatan menjadi cinta. Yang telah diungkapkannya kepada salah satu sahabatnya itu.. yang berbuah penolakan secara halus dengan kalimat sederhana, “Aah, macem-macem aja kamu Jun.. ga mungkin lah itu terjadi.., udah, ga usah mikir yang engga’-ga’, anggap aja ini ga’ pernah kita bicarain, kita best friend selamanya oke..”
 
Dan buah kalimat itu berubah menjadi pahit, saat ternyata, selama ini tanpa disadarinya, kedua sahabatnya telah saling memilih untuk menjadi kekasih di belakangnya, dan beberapa minggu lalu telah sepakat untuk menjadi pendamping hidup selamanya,. Sebuah tamparan panas di pipinya, mengapa semua itu tak pernah terlihat di matanya yang tertutup kamuflase persahabatan..
 
Ia ingin berontak, tapi tak sanggup, karena ini bukan hanya dia melawan takdir, tapi dirinya melawan seluruh dunia.. dan dia tak sanggup ..
 
Juna hanya mematungkan dirinya, tanpa sehelai benang berdiri di depan cermin besar lemarinya, matanya berlari mengejar tiap jengkal tubuhnya yang terefleksi. Hatinya bertanya, mengapa dia, mengapa bukan aku yang kau pilih, apa buruknya aku, tidak ada yang kurang dari tubuh ini, lengkap, Tuhan memberikannya sempurna.. sama denganmu, lalu mengapa.. ? Apa karena penyakit ini yang kita perangi bersama? Atau kamu sama munafiknya dengan mereka yang membedakan kami? Dengan mereka yang menyisihkan kami? Kita sama kan… ? Sama.. tak beda.. ternyata justru itulah masalahnya…
 
*********
 
Mumu dan Arya keluar dari mobil dengan bergegas.. diikuti beberapa anggota keluarganya, masih memakai pakaian pernikahan mereka yang telah di laksanakan hari ini tanpa Juna, tepat sebelum ibu kost Juna menelpon sambil menangis.. menyebut nama Juna dengan tersedu.. meminta mereka berdua segera datang..
Wajah mereka berdua sangat pucat, jantung mereka berdebar saat melihat garis polisi telah di pasang di rumah kost itu, mereka berusaha menerobos masuk melewati kerumunan tetangga yang berkumpul untuk ikut menyaksikan apa yang terjadi..
 
Semua melihat ke arah mereka dengan wajah aneh, ada yang berbisik-bisik dan tersenyum, mungkin karena pakaian mereka, atau mereka tau yang terjadi berhubungan dengan mumu dan Arya.. tapi keduanya tak peduli itu, bahkan saat menjelaskan kepada polisi yang menahan mereka,. Hingga mereka berhasil masuk dan menemui ibu kost tengah berada di ruang tamu dengan beberapa polisi..
 
“Bu…ada apa bu???! Mana Juna??” , tanya Arya terengah..
 
Ibu kost memandang ke arah mereka berdua, menyebabkan beberapa bulir air mata kembali menuruni pipinya, lalu berkata lirih, “ Juna sudah ga’ ada nak.. dia sudah ga ada.. “
 
“Maksud ibu??.. “ , tangis mulai pecah seraya tanya Mumu mengiringinya berlutut didepan ibu kost sambil menggoyang-goyangkan paha ibu kost dengan tangannya seraya meyakinkan apa yang sebenarnya telah ada dikepalanya.
 
Ibu kost mengangguk,.. “ dia sudah meninggal nak.. sudah meninggal…”
 
Dan tangispun memecah keheningan rumah itu, membaur jadi satu kedukaan, ketidak percayaan dan kepiluan yang tak terduga, sebuah hadiah pernikahan yang tak kan pernah terlupakan seumur hidup bagi Arya dan Mumu..
 
Dari keterangan polisi dan ibu kost, Juna ditemukan pagi itu di lantai kamarnya, dalam keadaan over dosis obat penenang, jantungnya beku tak mampu menahan obat yang diminumnya, dari catatan-catatan di komputer jinjingnya ditemukan beberapa catatan kecil mengenai hidup dan masalah percintaannya. Di situ juga masih terbuka folder foto seseorang yang di cintainya, yang menjadi penyebab pilihan ini di ambilnya..
 
Yang paling menguatkan adalah.. e-mail terakhir yang tersimpan di kotak sent yang dikirim ke alamat orang yang dicintainya itu.. aryarama@ykmail.com.
 
Sebuah pukulan telak, bahwa lagi-lagi cinta mengalahkan logika.. seorang Juna, pria yang berjati diri wanita, seorang homo seksual, pengidap HIV positif karena hubungan sesama jenis yang di lakoninya dulu sebelum mengenal Mumu dan Arya. Yang mengira dirinya dan dikira sahabat-sahabatnya mampu berubah, tapi ternyata cinta dalam hatinya tak mampu berbohong bahwa ternyata dia jatuhkan cintanya kembali kepada laki-laki, sahabatnya sendiri.., Arya Ramadhan..
 
Kini hanya kenangan yang tertoreh dalam sebuah keping DVD yang Mumu dan Arya dapat tonton bersama anak-anak mereka kelak untuk diceritakan, saat-saat mereka bertiga bersama,.. beberapa adegan saat mereka bersemangat kampanye di jalan, tawa mereka saat makan pecel pincuk di pinggir jalan, atau berlarian di pantai dalam tawa keceriaan. Tapi yang paling membekas adalah bagian akhir di film dokumenter itu, di mana Juna di shoot sendirian, untuk menyampaikan biografinya sambil terus tersenyum dengan santai…
 
Hai… gue Juna,. gue penderita HIV, gue tau telah banyak kesalahan yang gue perbuat dan ini hukuman Tuhan buat gue, tapi gue anggap ini anugerah juga,.. karena dengan begini gue bisa ketemu dua sahabat baik gue, Arya ama Mumu tuh yang selalu support dan mengasihi gue tanpa alasan, dan juga punya kesempatan untuk makin dekat sama Tuhan kita yang maha baik meski gue tau nanti pasti masih banyak lagi kesalahan yang bakal gue buat, tapi DIA ga pernah menolak kita sekalipun masuk ke dalam rumahNYA, hebat yah.. Tuhan kita.., dan gue juga jadi punya kesempatan memberitahukan pada kalian semua di luar sana, bahwa kalian harus liat akibatnya sebelum kalian terpaksa harus menanggungnya jika ingin berbuat,.. maka jadikanlah gue contoh yang buruk, agar kalian bisa jadi lebih baik.. setidaknya, saat kalian menonton ini dan gue udah ga’ ada, kalian tau.. gue ga’ takut lagi, karena peluang kita semua sama, cuma hidup sekali, dan setidaknya meski singkat.. hidupku ini cukup berarti.. buatku.. dan kuharap buat kalian juga.. Stay alive, stay away from AIDS yahh..”
 
Lalu Juna tertawa dan melambai… mengusaikan film dokumenter yang melukis kenangan terakhirnya..
 
 
**THE END**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar